Novel karangan Zara Zettira ZR. & Effendy Wongso ini merupakan falsafah tentang cinta sejati. Dikisahkan dalam novel ini seorang gadis yang bernama Syandarini Aprilia Joshepine Munaf, dia adalah gadis teraneh yang pernah ada. Bagaimana tidak, seorang gadis yang hanya menambatkan biduk cintanya hanya pada satu dermaga hati saja, meski banyak dermaga yang dihamparkan di hadapannya dengan pantai yang lebih indah sekalipun dia tetap pada pilihannya yaitu Aditya Putra Wicaksana yang dikenal oleh ibu syanda sebagai tukang minum, tukang begadang ,tukang kebut-kebutan dan doyan begadang. Aditya dengan kebengalannya akibat broken home , dan Syanda yang tumbuh berkembang dalam didikan Katolik yang saleh. latar belakang keluarga yang berbeda itulah yang menyebabkan ibu syanda tidak menyetujui hubungan Syanda dengan Aditya.
Suatu ketika Aditya terjaring razia narkoba di tempat dia biasa nongkrong bersama teman-temannya dan dia divonis selama 1tahun berada di di panti rehabilitasi 'Nusa Bangsa'. Selama itu pula muncul keraguan dari dalam diri Syanda karena selalu dikucilkan oleh ibu dan adiknya yang tentu saja tidak menyukai Aditya. Walau bagaimanapun Syanda tetap setia dan percaya kepada Aditya.
Selama Adityta berada di panti rehabilitasi selama itu pula Syanda merasa hari-harinya berubah, sudah tidak ada lagi hari-hari bersama Aditya. Tidak ada lagi acara JJS yang mengesankan. Tidak ada acara shopping bersama ke Blok M Plaza. Juga, tidak ada tawa canda ceria lagi di malam Minggu. Akan tetapi semuanya mulai berubah ketika Syanda menunggu sahabatnya Sonya di kantin. Ketika sedang mencari tissu didalam tasnya tiba-tiba sebuah benda terjatuh dari tasnya. Korek api Aditya! Korek api yang dulu sempat disembunyikannya agar Aditya tidak merokok di rumahnya. Lalu diambilah koreng api itu oleh Ivan Prasetyo. mulanya Ivan bercerita tentang hubungannya dengan mita,pacarnya. Tapi siapa sangka ternyata Ivan sudah mengetahui tentang hubungan Syanda dan Aditya. Dari situlah kedekatan mereka berlanjut sampai Ivan merasakan jatuh cinta kepada Syanda.
Sampai suatu ketika Syanda tidak lagi menjenguk Aditya dengan alasan sibuk dengan kuliahnya yang terbengkalai beberapa bulan belakangan ini. Hal itu yang membuat Aditya merasa bersalah karena telah menghancurkan kebahagiaan syanda. Lama kelamaan jarak diantara mereka pun semakin terlihat jelas karena Syanda tidak pernah menjenguk Aditya lagi. Tetapi berbeda dengan hubungan Ivan dan Syanda yang semakin dekat. Sampai suatu ketika Syanda harus mengambil sikap tegas karena dia tidak ingin menyakiti perasaan Ivan ataupun Aditya. Karena dia merasa hubungannya dengn Ivan sudah terlalu jauh. Akhirnya dia memutuskan untuk meninggalkan semuanya. Dia pergi ke suatu tempat yang dirahasiakannya untuk mencari tahu siapa cinta sejatinya dan tidak satu orang pun yang mengetahui keberadaanya tanpa tekecuali ibunya.
Menjelang saat-saat terakhirnya di panti rehabilitasi. Beratus-ratus hari lewat sudah. Aditya membalik kalender yang penuh coretan merah. Begitu banyak coretan merah yang menandakan ketidakhadiran Syanda. Beratus hari di panti rehabilitasi ini membuatnya merasa selangkah lebih dewasa. Dari Romo Dirgo dia banyak belajar tentang Tuhan. Tentang kebatilan dan kebajikan. Dan semua itu membuatnya arif, mampu menahan segala rasa yang menghunjam tatkala Syanda perlahan-lahan mulai berpaling darinya. Sedangkan Syanda kurang lebih setahun dalam masa permenungannya. Menyepi, menggali makna hidup ini. Dan keramahan kota kecil di belahan tengah Pulau Jawa itu telah membantu menjernihkan pikirannya. Menenteramkan hatinya yang dilanda kegalauan. Membantunya menentukan siapa yang pantas mendampingi hidupnya kelak.
Ketika Syanda kembali ke Jakarta Sonya pun memberi tahu kalau Aditya sudah keluar dari Panti Rehabilitasi reputasi Aditya kini telah bersih. Tidak seorang pun lagi yang dapat menuding dan menuduhnya sebagai berandalan. tentu saja kabar ini membuat hati syanda senang. Dengan hati berbunga-bunga Syanda menapaki anak tangga serba putih yang mengantarkannya ke gerbang gereja. Dia tahu, sejak dulu, Aditya yang suka begadang itu adalah juga Aditya yang rajin ke gereja lengkap dengan alkitab dan madah baktinya. Kemarin dia surprais menerima sms dari Aditya. Mengundangnya bertemu di gereja Katolik tua ini. Ketika mendengar suara Khotbah seperti begitu diakrabinya pada suatu masa dulu. dan ternyata itu adalah Aditya. Mata sayu itu membasah seperti dua air sungai yang mengalir deras. Syanda menangis tanpa suara sewaktu Aditya menceritakan segalanya di ruang pastori, di belakang mimbar gereja. Dan semuanya lantak bagai keping beling ketika disadarinya Aditya kini telah sedemikian jauh tidak mampu lagi tergapai tangan. Syanda melepaskan genggaman tangannya. Dengan masih berlinang airmata ditinggalkannya Aditya dengan hati pedih.
Memang, ada saatnya cinta itu tidak mesti bersatu. Mungkin inilah cinta yang sesungguhnya. Untuk saat ini rasanya dia belum sanggup menerima dengan hati tabah. Mungkin suatu saat dia dapatmemaklumi.
Entah kapan.
Dua tahun telah berlalu . Kekecewaan yang pernah dirasakannya perlahan memudar dari hari-harinya. Pengalaman pahit membentuknya menjadi gadis yang tegar dan tabah. Syanda telah menemukan kembali dunianya yang hilang. Dunia yang penuh dengan warna. Meski dia belum dapat sepenuhnya melupakan cinta pertamanya, namun dia tidak lagi terkungkung dalam romantisme masa lalunya yang menyakitkan.
Sekarang dia menyibukkan dirinya dalam kegiatannya yang seabrek. Menjadi penulis freelance di majalah-majalah remaja, copy-writer, dan penyiar radio. Kuliahnya pun sudah hampir rampung. Mungkin setahun lagi dia sudah dapat menyandang predikat psikiater. Suatu kebanggaan yang tidak dapat dilukiskannya dengan kata-kata.Ketika Syanda berada di ruang sekretariat pemuda gereja datanglah Frater Aditya. Sebagai seorang penulis remaja, Syanda dipercayakan mengasuh sebuah terbitan rohani. Dan pekerjaan mulianya itu telah mempertemukannya kembali dengan Aditya, cinta pertamanya. Namun kini, Syanda sadar bahwa inilah sesungguhnya cinta sejati. Cinta yang universal, cinta yang tak dibatasi oleh waktu dan jarak.kemudia datang seorang pemuda tampan membungkukkan badannya menghormat meminta izin untuk bertemu dengan Syanda. Pemuda bernama Ivan itu tersenyum manis. Syanda berdiri, berlari dan memeluk tubuh lampai Ivan. Dipereratnya pelukannya dengan pipi membasah. Dia menangis bahagia.karena dia telah menemukan kembali cintanya dengan Ivan Prasetyo.